INHIL-Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kecamatan Enok melaksanakan sosialisasi pengawasan pemilu dengan tema sinergitas pengawasan partisipatif upaya pencegahan terhadap pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI dan POLRI serta Kepala Desa pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024, Sabtu (14/09/24).
Giat yang digelar di Aula Kantor Lurah Enok, mengundang sejumlah peserta yang hadir di lingkup Kecamatan Enok.
Kordiv. Hukum, Pencegahan, Parmas dan Humas Panwaslu Kecamatan Enok Handi Rio Wijaksono dalam pelaksanaan sosialisasi menyampaikan komitmen bentuk upaya pencegahan terhadap netralitas ASN, TNI-POLRI dan Kepala Desa pada Pilkada Serentak 2024, sebelumnya telah menyampaikan berupa surat imbauan terhadap netralitas ASN, TNI-POLRI dan Kepala Desa.
Maka Handi mewanti-wanti kepada jajaran ASN menyampaikan untuk tidak bermain-main politik praktis karena jelas ada sanksi yang menjadi konsekuensinya.
“Pelanggaran netralitas ASN, tidak hanya pada ranah pelanggaran kode etik dan disiplin, namun ada juga ancaman pidananya. Sehingga pastikan jaga netralitas ASN,” tegas Handi.
Dalam hal netralitas ASN, terdapat Keputusan Bersama 5 lembaga (MenPAN dan RB, Mendagri, BKN, KASN dan BAWASLU) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.
Aturan yang mengatur netralitas untuk Non ASN yaitu Surat Edaran MenPAN dan RB Nomor : 01 Tahun 2023 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan serta aturan yang mengatur netralitas untuk Kepala Desa yaitu Undang-Undang Pilkada.
“Dalam aturan tersebut, jelas bahwa seluruh ASN, Non ASN, Kepala Desa dan Perangkat Desa harus netral,” tandas Handi.
Dalam Keputusan Bersama tersebut secara rinci dijelaskan hal – hal yang dapat melanggar netralitas beserta sanksinya.
Kepada seluruh ASN, Non ASN, Kepala Desa dan Perangkat Desa, hendaknya memperhatikan hal - hal yang dapat melanggar netralitas. Antara lain
1. memasang spanduk/ baliho/alat peraga lainnya pada bakal calon maupun calon peserta pemilihan;
2. melakukan sosialisasi/ kampanye medsos/online bakal calon maupun calon;
3. menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon maupun calon dan memberikan tindakan/dukungan secara aktif;
4. membuat posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam grup/akun pemenangan bakal calon maupun calon,
5. memposting pada media social/media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan
a. bakal calon maupun calon,
b. Tim sukses dengan menunjukkan/ memperagakan simbol keberpihakan/memakai atribut partai politik dan menggunakan latar belakang foto (gambar) terkait bakal calon maupun calon;
c. Alat peraga terkait bakal calon maupun calon;
6. Ikut dalam kegiatan kampanye/sosialisasi;
7. Mengikuti deklarasi/kampanye bagi suami/istri calon peserta.
Dalam kesempatan yang sama, para kepala daerah, PJ kepala daerah atau calon kepala daerah, tidak melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Kepala Desa selama masa kontestasi Pemilihan 2024 ini. Jika melanggar, akan dijerat dengan pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Pemilihan.
“Ancaman hukumannya jelas, yaitu pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit enam ratus ribu, atau paling banyak enam juta rupiah,” tegasnya pada Sosialisasi guna untuk Menjaga Netralitas Pada Pemilihan Serentak 2024.
Handi Rio Wijaksono menuturkan, ancaman pidana penjara dan denda tersebut diharapkan bisa mengurungkan niat para calon kepala daerah dalam melibatkan ASN dalam kontestasi pemilihan.
“Mari sama-sama ciptakan iklim demokrasi yang jujur, adil, dan berintegritas. Dibutuhkan kerjasama seluruh pihak terkait untuk menciptakan tujuan tersebut,” tuturnya.
Dikatakan Handi, saat ini posisi ASN berada dalam sistem yang terkoneksi dengan kepentingan politik. Dalam sistem ini terdapat hubungan sinergi antara presiden/kepala daerah dan wakilnya dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam lingkungan kerja yang saling berpengaruh.
”Kondisi ini akan akibatkan tidak netral ketika melaksanakan tugas karena sarat kepentingan. Konsep netralitas masih dirasakan belum sepenuh hati, karena untuk menjaga netralitas PNS dan terhindar dari politik praktis,” ungkapnya.