Lubuklinggau – Rumah dinas Wakil Ketua I (Waka I) DPRD Kota Lubuklinggau diduga tidak pernah ditempati sejak awal masa jabatan, namun anggaran natura untuk kebutuhan rumah dinas tersebut terus dicairkan. Hasil investigasi yang dilakukan menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas kedinasan. Kamis (2606/2025).
Berdasarkan investigasi dan data Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Sekretariat DPRD Kota Lubuklinggau, bahwa Waka I DPRD Kota Lubuklinggau diketahui tidak pernah menempati rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah. Meski demikian, anggaran natura—yaitu anggaran berupa barang kebutuhan rumah tangga seperti bahan makanan, air minum—secara rutin dicairkan.
Lebih lanjut, hasil investigasi awak media menduga bahwa natura tersebut tidak diwujudkan dalam bentuk barang, melainkan dicairkan dalam bentuk uang tunai yang diduga langsung diserahkan oleh pihak ketiga kepada Waka I, dan diduga digunakan untuk keperluan rumah pribadi.
Pihak yang diduga terlibat dalam praktik ini adalah Waka I DPRD Kota Lubuklinggau, serta pihak ketiga yang berperan sebagai penyedia kebutuhan rumah tangga rumah dinas.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Waka I ataupun klarifikasi dari Sekretariat DPRD.
Praktik ini diduga telah berlangsung sejak awal masa jabatan Waka I yang dimulai pada akhir tahun 2024. Berdasarkan data realisasi anggaran, pencairan natura terus dilakukan setiap bulan hingga 2025.
Kejadian ini berpusat di Kota Lubuklinggau, khususnya menyangkut rumah dinas Waka I DPRD yang berlokasi di salah satu kompleks perumahan pejabat daerah, serta dugaan pencairan dana yang dilakukan melalui Sekretariat DPRD.
Penggunaan anggaran negara tanpa dasar pemanfaatan yang sesuai—dalam hal ini rumah dinas yang tidak dihuni—berpotensi melanggar prinsip akuntabilitas dan efisiensi penggunaan keuangan daerah. Selain itu, jika natura diserahkan dalam bentuk uang tanpa dasar hukum, maka hal ini patut diduga sebagai bentuk gratifikasi atau penyalahgunaan wewenang, yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
Menurut regulasi tersebut, fasilitas rumah dinas hanya diberikan jika pejabat bersangkutan tidak mendapatkan tunjangan perumahan. Jika rumah dinas disediakan dan tidak ditempati, maka tidak seharusnya natura tetap dicairkan, apalagi dalam bentuk uang.
Modus dugaan penyelewengan ini diduga dilakukan dengan cara mencairkan anggaran natura melalui pihak ketiga, tetapi barang-barang yang seharusnya dibelanjakan tidak benar-benar dikirimkan ke rumah dinas. Sebagai gantinya, dana tersebut diserahkan dalam bentuk uang tunai kepada Waka I dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah pribadi, yang lokasinya berbeda dari rumah dinas resmi.
Upaya konfirmasi telah dilakukan kepada pihak Sekretariat DPRD dan Waka I, namun hingga berita ini disusun belum ada jawaban resmi.
Regulasi yang Mengatur Rumah Dinas dan Natura DPRD
PP No. 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD, Pasal 6 ayat (1) huruf a: DPRD dapat diberikan fasilitas berupa rumah dinas dan perlengkapannya.
Permendagri No. 62 Tahun 2017 tentang Pengelompokan Kemampuan Keuangan Daerah serta Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Belanja, yang menjelaskan pemberian natura harus berdasarkan kebutuhan dan keberadaan fisik penggunaan fasilitas.
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur sanksi terhadap penyalahgunaan wewenang dan penerimaan gratifikasi.
Kesimpulan Dugaan pencairan anggaran natura untuk rumah dinas yang tidak dihuni menjadi preseden buruk dalam pengelolaan keuangan publik. Jika benar terjadi, maka hal ini bukan hanya pelanggaran administratif, namun juga bisa masuk dalam ranah pidana. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran menjadi harga mati untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif
Catatan Redaksi: kami tetap membuka ruang klarifikasi atau hak jawab dari pihak terkait demi pemberitaan yang berimbang.